BUS-TRUCK – Dalam perhelatan GIIAS 2024, Direktur Teknik Karoseri Laksana, Stefan Arman, pernah mengungkapkan bahwa industri karoseri nasional sudah siap membangun bus listrik. Sehingga tidak diperlukan lagi impor utuh atas bus listrik.
”Meskipun ada detail-detail yang berbeda dibandingkan membangun bus konvensional seperti soal jalur-jalur kelistrikan, namun secara prinsip bukanlah hal yang berat,” ungkapnya waktu itu (18/7).
Hal itu kemudian dibuktikan lagi beberapa waktu lalu (15/7), sebuah bus listrik ukuran medium dengan kode model Nucleus 6 dirilis resmi di markas Laksana di Ungaran, Jawa Tengah.
Membangun bodi bus di atas sasis listrik jelas kegiatan yang butuh sejumlah siasat. Bagaimana tidak, Stefan Arman menyebutkan bahwa untuk bobot dari baterai saja sudah mendominasi sampai 30 persen dari keseluruhan bobot bus nantinya.
Hal itu sesuai dengan regulasi bobot serta dimensi bus ukuran medium di Indonesia. Dimana regulasi menyebutkan untuk GVM (Gross Vehicle Weight) atau diberi kode JBB ada di rentang 5.000 sampai 8.000 kilogram.
Panjang bus tidak lebih dari 9.000 milimeter, lebar maksimal harus 2.100 milimeter, dan tinggi tidak boleh lewat dari 1,7 kali lebar kendaraan.
Pemakain bahan ringan untuk rakit bus listrik sudah banyak tersedia di dalam negeri, satu unit bus listrik ukuran medium harganya mulai dari Rp600 jutaan (Foto : Otodriver/Erie W. Adji)
Pakai material yang berbeda dibandingkan bus bermesin fosil
Lebih detail lagi hal itu diterangkan oleh Manager Product Engineering Laksana, Hadi Kustanto, ”Semua spesifikasi teknis disesuaikan dengan regulasi dari pihak Transjakarta, kemudian komponen-komponen sasis dikirimkan untuk dirakit dan setelah utuh sebagai sebuah sasis baru dikirim ke Laksana.”
Pola kerja itu, menurut Hadi, merupakan proses standar yang juga dilakukan oleh penyedia sasis atas produk bermesin diesel. Karena pihak Laksana tidak menangani perakitan sasis bus.
Proses selanjutnya tentu ‘menantang’ karena setelah soal sasis, maka struktur bodi jadi sektor yang krusial. “Kita harus memilih material yang ringan, karena yang berat bisa membuat jumpal penumpang jadi berkurang. Pilih material yang ringan untuk mengompensasi baterai yang berat tadi,” jabar Hadi.
Sejurus kemudian diterangkan oleh pria yang mulai berkarier di Laksana sejak tahun 2000 itu, struktur bodi atau kerangka memakai bahan stainless steel. Material alminium dipakai untuk bodi sekeliling bus.
Pemakaian bahan yang ringan ditegaskan oleh Hadi juga dipilih untuk interior seperti jok, plafon, bahkan sampai pelapis lantai. “Tidak bisa begitu saja bahan yang dipakai untuk bus mesin diesel dipakai buat bangun bus listrik.”
Baterai sudah mendominasi sampai 30 persen dari berat bus secara keseluruhan (Foto : Otodriver/Erie W. Adji)
Baca juga: Akhirnya, Bus Listrik Dapat Insentif Dari Pemerintah
Baca juga: Pemerintah Terus Mendorong Bus Dan Truk Beralih Ke EV
Industri karoseri lokal sudah mampu rakit bus listrik dengan standar dunia
Di perhelatan yang bertepatan perayaan Hari jadi Laksana yang ke-48 itu, diuraikan juga oleh Stefan, bahwa pihaknya memang secara khusus berupaya merespon tren global atas elektrifikasi transportasi publik.
Bukan hanya itu, untuk Nucleus 6 pihak Laksana sudah bisa mendapatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sampai 41 persen. Pencapaian itu dijanjikan untuk terus ditingkatkan porsinya.
Ia juga menyebutkan, salah satu upaya itu diwujudkan lewat pendirian Learning Center di area pusat produksi mereka di Ungaran tersebut.
“Ini jadi cerminan komitmen kuat kami dalam menghadirkan produk bus listrik utuh yang dirancang dan diproduksi oleh talenta lokal yang siap bersaing di pasar domestik maupun regional,” pungkasnya. (EW)
Untuk struktur bodi bus lsitrik memakai bahan stainles steel, bodinya berbahan aluminium (Foto : Otodriver/Erie W. Adji)








