OTODRIVER – Di balik kenikmatan yang selalu ditawarkan mobil listrik, ada satu hal yang kerap menjadi bahan pertimbangan konsumen EV dan juga menjadi momok bagi penggunanya, yakni depresiasi harga jual. Mobil listrik mengalami penurunan harga yang sangat drastis untuk harga jual bekasnya.
Hal ini sudah terbukti pada beberapa mobil bekas yang beredar di marketplace. Sebagai contoh Hyundai Ioniq 5 yang memiliki harga jual kembali hampir setengah harga dibandingkan banderol harga barunya.
Namun bagi BYD, depresiasi itu terjadi karena pasar mobil bekas EV yang belum terbentuk saat ini di Indonesia.
“Jadi secara umum mobil listrik itu sebenarnya bukan depresiasinya yang besar. Akan tetapi memang pasar mobil bekasnya belum terbentuk. Apalagi market mobil bekas di Indonesia itu lebih konservatif,” jelas Luther Panjaitan selaku Head of Marketing PR & Government Relation PT BYD Motor Indonesia saat diwawancarai di Yogyakarta, Rabu (13/8).
“Pedagang mobil bekas saat ini masih menetapkan skema bisnis yang konservatif, dia ambil harga yang terendah,” tambahnya.
Masih menurut Luther, skema ini mirip dengan mobil bekas dengan jenis transmisi manual atau otomatik pada zaman dahulu.
“Tapi ya kita sebenarnya sudah pernah menjalani beberapa era. Sebagai contok transmisi manual dan otomatik. Dulu mobil matic bukan jenis mobil yang populer. Tapi apakah sekarang mobil transmisi manual masih se-hype itu? Tidak kan,” papar Luther.
Ia juga menjelaskan saat ini merupakan masa transisi peredaran mobil listrik di pasar mobil bekas.
“Jadi ini masa transisi aja. Karena ini market-nya belum terbentuk,” tutup Luther.
Fenomena depresiasi harga jual mobil listrik terjadi tanpa memandang merek. Bahkan mobil listrik iconic sekalipun seperti Mini Electric juga mengalami harga jual kembali yang terjun bebas. (AW).
