OTODRIVER – Pekan ini (9/9), terjadi sebuah kecelakaan fatal, sebuah hatchback menabrak bagian belakang sebuah truk di ruas tol Cipularang Km. 111 yang mengarah ke Jakarta.
Jika disimak dari rututan video yang diunggah di akun jakartavox dan aboutdkj, terlihat mobil berwarna putih yang melaju cepat dengan manuver zig-zag serta melakukan tailgating beberapa saat. Hingga kemudian menabrak hingga terseret sebuah truk yang jika melihat rangkaian visual truk berada di lajur kedua.
Jika melihat rangkaian komentar netizen, tak sedikit yang menduga kalau pengemudi hatchback seperti hendak menyalip dari bahu jalan.
Namun yang perlu digarisbawahi, jalur tol bukanlah arena balap. Perlu dipahami pula bahwa ada pengendara lain yang juga berhak untuk melaju dengan aman sesuai dengan lajur serta kecepatan yang disarankan regulator jalan raya dan lalu lintas.
Sehingga, hal yang sering terjadi tanpa banyak disadari, menguntit ketat kendaraan lain atau tailgating, tidak perlu terjadi.
Seperti yag diutarakan oleh CEO Indonesia Defensive Driving Center (IDDC), Bintarto Agung, bahwa tailgating atau berkendara dibelakang kendaraan dengan jarak mengikuti yang sangat dekat dan dengan kecepatan tinggi adalah perilaku berkendara yang sangat tidak dianjurkan bahkan sangat terlarang.
Kalkulasi jarak dalam hitungan detik
Pria yang sudah lebih dari tiga dekade menggeluti soal safety driving itu menyebutkan rumusan mudah saat berkendara dan mengikuti kendaraan yang ada di depan dimana pikirkan dalam hitungan waktu 2-3 detik jarak mengikuti saat arus lalu lintas normal terhadap jarak yang berpotensi menabrak bagian belakang kendaraan lain.
Kemudian kalkulasi itu ditambah jadi 4-6 detik jika ada risiko berkendara yang meningkat jika kepadatan lalu lintas lebih tinggi, ada hujan dan sejenisnya.
Jika semua kalkulasi tadi dirasa tidak memugkinkan maka tidak ada acara lain kecuali mengurangi kecepatan, menambah jarak dengan kendaraan di depan, dan hindari manuver yang dianggap agresif.
Ia menyebut tindakan itu sebagai Defensive and Responsible Driving Procedure.
Diingatkannya lagi, sebagai seorang pengemudi yang baik dan mempunyai dasar perilaku yang juga baik alias tidak egois, tidak mudah terprovokasi, serta tenang harus dapat memahami dan menerapkan empat kunci utama dari Defensive and Responsible Driving Procedure berupa Four A; Awareness, Alertness, Attitude, dan Anticipation.
Keempat pola berpikir dalam mengemudi di atas harus selalu dipahami dan diterapkan terus menerus saat berkendara. Salah satu saja dari empat faktor tadi tidak diterapkan saat berkendara, maka potensi risiko berkendara akan meningkat pesat bahkan sampai bisa menyebabkan kecelakaan.
Kecelakaan tabrak belakang umumnya disebabkan ada pengendara yang tidak menyediakan jarak selamat mengikuti (Safe Following Distance) yang cukup.
Karena jika jarak selamat itu tidak mencukupi dipastikan sang pengendara tidak dapat menguasai bidang pandang yang baik untuk arah depan, belakang, serta samping. Alhasil pengendara akhirnya tidak mempunyai cukup waktu untuk membuat keputusan mengemudi dan antisipasi manuver yang tepat juga.
Masih menurut Bintarto, saat melaju di jalur tol terlebih jika menempuh perjalanan jauh, wajib adanya bagi pengendara harus dalam kondisi sehat fisik dan mental. Faktor fatique atau kelelahan fisik dan mental juga bisa menjadi kontributor meningkatnya potensi risiko kecelakaan secara signifikan. (EW)
